Jelajah Batavia Lama
Beberapa hari sebelum menikmati Imlek, saya berkesempatan untuk
mengunjungi Kota Tua yang terletak di Jakarta Barat. Sebenarnya masing-masing
kota besar di Indonesia pasti memiliki sisi kota yang terkesan jadul ditandai
dengan bangunan-bangunan tua yang masih jaya berdiri di pinggir-pinggir
jalannya. Seperti contohnya di Kota Gede nya Jogja, atau Kota Lama di Semarang.
Nah meski sudah sering hilir mudik, saya belum pernah sekalipun ke Kota Tua,
begitu juga Adek saya si Ndut yang juga penasaran. Tadinya trip Sabtu Ceria ini
inginnya sih ke Kebun Binatang Ragunan, tapi tidak jadi ditimbang-timbang eh
Kota Tua koq rasanya lebih seru yakh wkakakka..
Kami berangkat dengan naik Trans Jakarta (TJ), karena shelter TJ di
Kota Tua (Shelter Kota) udah deket banget lokasi tujuan. Tinggal jalan kaki
saja sebentar, sebenarnya bisa juga pake KRL langsung nyampe juga di Stasiun
Kota yang sebrang-sebrangan dengan shelter TJ. Nah, uniknya nih, kedua
transportasi ini punya jalan sambungan di bawah tanah (underpass) jadi
mengingatkan kita seperti lokasi wisata di luar negeri. Wah asiknya pakai
underpass jadi gak usah panas-panasan lagi di jalan raya dengan resiko ketabrak
mercy kan. Sesampainya kami di kompleks Kota Tua, Ndut dan saya nunggu teman
saya Uut yang bergabung dalam trip singkat ini. Kami nunggu di pelataran Factor
Ij alias Museum Bank Mandiri yang lokasinya persis di depan pintu keluar
underpass.
Dengan perut agak melilit kepingin BAB, saya akhirnya memutuskan masuk
duluan ke Museum Bank Mandiri dengan rencana nyari WC tapi koq gak kelihatan
WC-nya dimana. Sambil foto-foto eh melilitnya hilang sendiri wkakakka, lalu Uut
datang. Jadi lengkaplah formasi acara jalan-jalan hari ini – Ndut, Uut, dan
saya. Btw, agar lebih teratur saya buat list saja ya tempat mana saja yang saya
kunjungi dalam trip ini, yuk mari cekidot:
#1 Museum Bank Mandiri
Tiket masuk : (umum) 5000 rupiah, (nasabah/pegawai Bank Mandiri)
gretong
Lokasi pertama yang kami kunjungi, museum ini menarik tapi pas masuk
memang terkesan rodo horor. Tata bangunannya dibuat persis seperti
Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) ketika masih beroperasi dulu, lalu ada
banyak manekin-manekin yang memperagakan aktivitas-aktivitas bank ketika itu.
Hihihi.. Emang ga kebayang kalo udah malem suasananya gimana. Museum ini
dulunya memang bank beneran (NHM), sempat jadi perusahaan dagang tapi habis itu
berubah jadi bank.
Di dalam museum selain kita bisa mengagumi arsitekturnya dan tata
letak museum, di sana juga terdapat koleksi alat/mesin untuk membantu kegiatan
di bank seperti mesin hitung, mesin ATM, mesin tik, mesin input data, mesin
teller, dll. Lalu ada pula koleksi surat-surat berharga jadul yang kuno banget.
Ada banyak spot foto yang lumayan juga lho di sini. Pokoknya serasa dibawa ke
dunia bank tempo dulu. Yang paling menarik menurut saya adalah bagian ‘Kasir
Cina’ lucu banget kenapa untuk orang Cina dulu sampai dipisah segala
ruangannya.
Bangunan Bank Mandiri terdiri dari 4 lantai. Lantai basement, dasar,
lantai 1, dan 2. Tetapi untuk museum hanya dibuka 2 lantai saja, lantai dasar
dan lantai 1. Di lantai dasar isinya seperti yang sudah saya ceritakan di atas.
Lantai 1 terdapat ruang meeting dan lukisan kaca patri (stained glass) yang
keren banget.
#2 Museum Bank Indonesia
Tiket masuk : (umum) 5000 rupiah
Selesai dengan Museum Bank Mandiri, tepat di sebelahnya terdapat
Museum Bank Indonesia. Usia bangunannya lebih tua. Kalau bangunan Museum Bank
Mandiri dibangun pada tahun 1929, Museum Bank Indonesia dibangun pada
tahun 1828. Beda 100 tahun. Maka dari
segi arsitektur, bentuk bangunannya lebih klasik. Museum yang biasanya terkesan
jadul dan berbau aneh (dan agak berdebu-debu gimana gitu yah), di Museum Bank
Indonesia jauh dari kesan jadul. Seriously. Mana berAC pula, wah enak banget
deh pokoknya.
Gedung kolonial disulap jadi museum modern
Museum Bank Indonesia sejak awal detail banget dalam menjelaskan
sejarah Bank Indonesia, lalu perjalanan kondisi politik-ekonomi di Indonesia.
Makin ke belakang makin bisa kita nikmati barang-barang peninggalan yang
lucu-lucu banget termasuk koleksi mata uang jadul dari jaman Indonesia masih
susah sampai masih susah juga kayak sekarang wakakkaka.. Maksudnya dari jaman
penjajahan sampai jaman kemerdekaan gitu. Eh ada koleksi uang asing kuno juga
lho. Museum ini salah satu museum yang menurut saya niat pengelolaannya.
Penyampaian informasi begitu interaktif dan menarik. Penataan ruang, sekat,
koleksi, papan info, jempolan banget!
#3 Lapangan Fatahillah
Tiket masuk? Gratis bok!
Dua museum di atas letaknya agak berjauhan dengan ikon Kota Tua yaitu
Gedung Fatahillah dan lapangannya yang super luas. Pusat Kota Tua ini dapat
ditempuh dengan jalan kaki dari Museum Bank Mandiri + Museum Bank Indonesia
lalu agak nyebrang dikit, maka barulah kita sampai ke jantung utama Kota Tua
yang ramenya pol ala ala pasar kaget. Jalan menuju pusat keramaian kami
disambut oleh deretan abang-abang penjual jasa ramalan garis tangan (palm
reading). Heran juga saya ya. Lalu banyak juga yang menjajakan kaos dan
souvenir-souvenir Kota Tua. Di sisi sebelah kiri, terdapat deretan kafe dan
tempat makan yang terkesan jadul tapi hipster.
Lapangan Fatahillah luas beud, jadi idealnya kalau mau muterin
pakailah sepeda (harga 20.000/setengah jam). Kalau jalan kaki dengan terik
matahari jam 11 siang, jangan deh, malah pening ini kepala hahahaha.. Lalu,
yang menarik di sekitaran lapangan selain banyak yang jualan, dan sewa-sewa
sepeda, ada pula orang-orang yang pura-pura jadi patung hidup, seperti ada
patung noni belanda, patung Aladdin, W.R. Supratman, dan laen-laen. Untuk
anak-anak ada badut Doraemon, Upin-Ipin, dan Masha yang siap jadi obyek foto.
Sebenarnya agak absurd juga ya, foto bareng Doraemon tapi latarnya Kota Tua,
nah lho.
#4 Café Batavia
Agak males lama-lama di lapangan karena kepanasan. Kami memutuskan
untuk ngadem, tapi bingung mau ngadem dimana. Lalu di pojokan terdapat café
unyu yang kayaknya (dan emang beneran) mahal, namanya Café Batavia. Kafe ini
bangunan luarnya ya kolonial seperti kebanyakan bangunan di Kota Tua.
Interior-nya juga sengaja dibuat cantik-cantik kuno begitu. Hiasan-hiasan foto
dengan bingkai lama, lalu meja dan kursinya juga kayu (sepertinya jati) yang
cocok dengan suasana tempo dulu.
Sebenarnya agak jiper juga ya masuk ke café ini, secara apalah kami
ini, hanya butiran debu. Kebanyakan yang masup adalah bule-bule gorjes atau
pelancong-pelancong gaul. Kami yang sudah keringetan bak tukang becak ini nekad
aja masup. Ingin tahu dalamnya kayak gimana, ya kalo mahal paling hanya beli minum
dan numpang foto-foto aja deh. Membuka menunya gak heran si, harga minumannya
di atas belasan ribu, makanannya paling murah 20ribuan yaitu berbagai macam
jenis dimsum yang menarik. Akhirnya kami memutuskan beli Chinese Tea (yang bisa
di-share bertiga) dan 3 jenis dimsum. God, itu aja udah 150 ribu habisnya. Deuh
mahalnya ya Jeung.
Ohya, perlu diingat juga bahwa meja yang letaknya di dekat jendela memiliki
batasan waktu pemakaian, yaitu hanya 2 jam saja. Wah, begitu eksklusifnya ya
meja dekat jendela. Tapi memang sih, view-nya memang best sekali. Saran saya,
coba deh pakai kostum yang bagus, dompet kudu tebel juga, untuk dapat sensasi
makan yang tidak biasa. Kalo kayak kami bertiga kemarin, agak ngiri juga lihat
di sebelah bisa minum wine dan makan steak. Huwahhhh penasaran.. Wine di sini
lumayan lengkap dan makanannya variatif dari menu barat, oriental, dan
Indonesia.
#5 Museum Wayang
Tiket masuk : (umum) 5000 rupiah
Museum Wayang terletak di sekitaran Lapangan Fatahillah, memiliki
bentuk bangunan yang lucu dan catchy banget. Dulu bangunannya merupakan sebuah
Gereja, gak heran di dalamnya jangan kaget ya kalau di dalam ketemu batu nisan
yang berukir tulisan-tulisan latin. Hiiiiii.. Haaaaaa.. Kelihatan dari luar
berasa kecil, tapi sampai di dalam ternyata luas dan panjang. Meski tidak
sebagus Museum Bank Indonesia dan Museum Bank Mandiri, museum ini mayan juga.
Saya bisa bertemu si panggung boneka Po Te Hi dan Unyil beserta keluarga. Ya,
bukan hanya wayang yang dipamerkan di sini, tetapi juga puppet-puppet tradisional
lain dari Indonesia dan dunia. Waaaa sayang banget ga ngajakin Creamy.
#6 Museum Seni Rupa dan Keramik
Tiket masuk : (umum) 5000 rupiah
Kalau kaki masih kuat untuk jalan keliling-keliling Kota Tua, gak ada
salahnya mengunjungi Museum Seni Rupa dan Keramik. Museum ini memakai gedung
tua bekas pengadilan kota. Pilar-pilar besar, pohon beringin, dan taman yang
luas, memang khasnya bangunan kepemerintahan jaman dulu yah. Koleksi dari
museum ini banyak berupa lukisan, termasuk karya dari Raden Saleh, Affandi, dan
Antonio Blanco. Menarik.
#7 Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah)
Tiket masuk : (umum) 5000 rupiah
Yak, ini museum terakhir yang saya kunjungi. Tadinya bingung juga,
yang mana yah Museum Fatahillah, oh ternyata Museum Fatahillah adalah nama lain
Museum Sejarah Jakarta. Kalau demen sejarah dan barang antik, kudu banget ke
museum ini. Koleksinya antik-antik, meski penataannya kelihatan kurang terurus
dan maaf agak terbengkalai, tapi Museum Fatahillah punya spot-spot tertentu
yang cantik banget buat di foto.
Di belakang museum, terdapat sebuah taman yang cukup luas dan penjara
bawah tanah. Di taman ini qt bisa sekedar ngadem, lihat yang hijau-hijau, atau
duduk-duduk ngerumpi. Kalau agak sepi, wah kayaknya enak banget deh buat ngelamun,
sayangnya rame dan banyak alay wahahhahha.. Cantik banget tamannya, pohonnya
begitu rindang.
#8 Pos Café
Kalau laper, jangan takut untuk masuk ke kafe-kafe yang tersebar di
sekitaran Kota Tua. Harganya pun sebenarnya termasuk standar untuk makan dan
minum di sebuah lokasi wisata (around 30-50rb). Kalaupun tidak mau masuk kafe,
di pinggiran lapangan banyak yang menjual nasi pecel dan ada juga Indomaret
kalau mau makan yang instant-instant. Kebetulan di Pos Café ini Uut makan
siang. Ndut dan saya masih kenyang jadi gak makan dulu. Makanannya makanan
Indonesia, enak juga menurut Uut. Tapi toiletnya kurang enak. Kenapa nama nya
Pos Café? Karena kafe ini sebelahan persis dengan kantor pos – yang lagi-lagi
bernuansa jadul. Ahhhh apa sih yang gak jadul di Kota Tua. (maap ga poto-poto di Pos Cafe)
Yak, begitulah perjalanan saya mengelilingi Kota Tua seharian. Wahhh
capek kaki tapi hati ini rasanya puas sekali. Buat para pejalan yang sedang
mampir ke Jakarta, kudu pake banget visit Kota Tua. Meski belum semua museum
rapih dan tukang jualan juga banyak yang sembarangan, Kota Tua menawarkan
pengalaman berpetualang yang mengasyikan sekaligus bikin pinter. Saran saya
untuk menjelajahi Kota Tua datanglah dari pagi sekitar jam 9 pagi (pas banget
jam museum-museum buka), sampai dengan siang menjelang sore. Selain museum,
banyak juga bangunan umum yang juga lucu-lucu dan menarik, sayang saya tidak
menyempatkan foto-foto dengan gedung-gedung tersebut, next time deh ya. Ok,
sampai bertemu di destinasi selanjutnya ya!
Comments