Hidup di Tengah Pandemi
Sudah hari
ke-43 saya membatasi diri dari kegiatan-kegiatan di luar tempat tinggal. Kerja
pun sudah gak ke kantor lagi dan ternyata BISA! Ke luar hanya untuk beli
kebutuhan sehari-hari. Indomaret dan Alfamart is lyfe, baru kali ini saya
bahagia banget keliling-keliling minimarket sejenak untuk menyegarkan diri.
Satu/dua minggu sekali saya dan Adek berbalas kunjung - biar gak merasa
sepi-sepi banget. Video call atau telepon dua tiga hari sekali dengan
orang-orang terdekat juga somehow jadi hiburan. Pandemi Corona ini benar-benar
mengubah hidup kita sebagai manusia ya, wow. Ini kayak di film atau novel
banget sih asli. 💁
Awal-awal
pandemi, saya masih rajin ngecekin timeline twitter atau portal berita online.
Tapi lama-lama males, apalagi setelah orang-orang menghina pemerintah Indonesia
yang sebenarnya saya paham juga kenapa masyarakat semarah ini sama pemerintah.
Saya juga kesal, karena pemerintah keliatan banget gak siap dan malah bikin
ludruk dari awal tahun. Kemudian menteri-menteri pada gak kompak, sejauh penilaian
saya cuma Sri Mulyani yang punya keputusan dan kebijakan yang jelas, lainnya?
ZONK. 😞 Nah, supaya gak tambah panas saya jadi memberi batas konsumsi informasi,
it works membuat hati lebih lapang.
Ngomong-ngomong
soal pemerintah, setelah puluhan hari, saya bisa melihat pemerintah sudah mampu
beradaptasi dan ada usaha yang berarti untuk membuat keadaan tidak makin susah.
Di Indonesia memang kita jarang ya bisa menemukan suatu aksi pencegahan, yang
bisa kita dapatkan adalah aksi ‘telat lebih baik daripada tidak sama sekali’.
Setelah pemerintah beli rapid-test dan bantuan-bantuan APD berdatangan
keadaan jadi lebih terkontrol meski ya ada aja lah kejadian-kejadian tepok
jidat kayak kasus stafsus milenial sampai teori konspirasi. Senangnya jadi orang
Indonesia, karena kita terbiasa hidup susah – selalu punya bahan yang untuk
ditertawakan bersama dan saya cukup terhibur juga dengan hal-hal receh ini.
Masih gak tau
sampai kapan ini akan berakhir, PSBB Jakarta sendiri diperpanjang sampai
tanggal 22 Mei. Kantor ngikut PSBB, ya harus ngikut, bukan karena takut didenda
tapi memang sudah seharusnya perusahaan juga melindungi human asset-nya. Gaji
apa kabar? Gaji saya sudah dipotong 10% dan beberapa bonus juga dihilangkan. Sebagai
orang yang masih tinggal sendirian, gak punya tanggungan, dan gak ada hutang,
saya mengucap syukur. Uang buat makan ada, bisa nabung, bisa beli mainan
Sylvanian Families heheheheh... Masih bisa ikut bantu orang-orang di sekitar
juga dengan sesederhana traktir makan driver Grabfood atau urunan buat OB di
kantor. 💪
Pandemi bikin rugi
secara perekonomian dan sosial-politik, iya. Tapi ternyata ada manfaatnya juga
buat diri sendiri terutama, seperti contohnya saya jadi lebih mindful sama uang
dan WAKTU for sure! ⏰ Saya nyatetin waktu kerja, berapa lama nyalain AC,
mengingat jam makan, semuanya malah jadi rapi terjadwal. Tidur juga jadi lebih
teratur, dan keajaiban selanjutnya adalah saya bisa bangun pagi sepagi-paginya.
Berhubung jam 10 malam udah nguap gak karuan dan memutuskan bobo, jam 4 atau 5
pagi saya sudah bangun. Padalah dulu bangun jam setengah 8 pagi aja susah
setengah mati.
Ngerasa kesepian
gak? Hmmm... Pertanyaan yang menarik. Saya itu suka banget sendirian, kalau
sendirian itu bagai charging, bagusnya saya kayak baterai ion lithium yang
kalau charge-nya kelamaan gak jadi gembung/overcharge. Saya menikmati sekali
saat-saat sendirian kayak gini, tapi namanya juga manusia punya kebutuhan untuk
ngomong dan didengarkan nah di sinilah peran keluarga dan teman-teman. Gak
mesti tiap hari juga ngobrol karena bisa ganggu ya, secukupnya aja, pasti ada
lah rasa-rasa kangen ketawa dan ghibah bareng. Senang juga bisa berinteraksi
dengan mereka dalam porsi yang pas.
Jujur saya
juga kadang sedih, tapi bukan sedih memikirkan hidup pribadi. Yang bikin sedih
itu karena baca atau lihat berita tentang orang lain yang tidak seberuntung
saya hidupnya, yang gak bisa work from home, gak ada penghasilan sama sekali
sampai gak makan, kena pemutusan kerja/lay off, tambah stres di rumah karena orang
serumah/pasangan abusive dan toxic. Kalau dibilang bisa tinggal di rumah aja
itu privilege, yes it is. 👨 Kadang sedih juga karena ingat Papa, tapi habis itu
bersyukur - mungkin kalau Papa masih hidup bisa-bisa kena virus karena beliau imunnya
memang gak bagus dan orangnya ringkih. Jalan meninggalnya memang sudah dikasih yang
paling baik dan mulus kayak jalan tol.
Ya beginilah
sekilas kisah hidup di tengah pandemi. I am a lot luckier di situasi ini. Semoga orang-orang terdekat juga sehat selalu. Pas masuk kantor
lagi tidak kekurangan satu personil pun, pas pulang ke Cirebon lagi juga bisa
bertemu dengan Mama dan lainnya. Semangat ya! Saya yakin, Juni kita sudah
‘agak’ normal lagi. Amin.
Comments