Book Review : A Court of Thorns and Roses




Judul : A Court of Thorns and Roses
Penulis : Sarah J. Mass
ISBN : 978-602-03-8277-7
Tebal : 587 Halaman
Sampul : Softcover
Terbit : Maret 2018, Bhuana Sastra

Blurb
Ketika Feyre­­—seorang  perempuan pemburu—membunuh serial di hutan, makhluk serupa binatang buas datang mencarinya untuk menuntut pembalasan. Feyre disandera di tanah magis berbahaya yang hanya pernah didengarnya dari legenda. Dia pun mengetahui bahwa makhluk itu bukannya seekor hewan, melainkan Tamlin, peri agung abadi yang pernah menguasai dunia fana.

Perasaannya terhadap Tamlin berubah dari permusuhan dingin menjadi api yang membakar setiap cerita yang menyeramkan yang pernah didengarnya tetang dunia peri. Namun, kesuraman semakin menaungi dunia itu, dan Feyre harus bisa menghentikannya… atau malapetaka akan menimpa Tamlin dan dunianya selama-lamanya,

Review
Tidak dapat dipungkiri, bacaan bergenre fantasi dengan tokoh mystical creature selalu menarik untuk diikuti. Contoh saja seperti Twilight, Lord of the Rings, Harry Potter, dan A Game of Thrones. Benar-benar bisa membius kita untuk tidak beranjak sebelum halaman terakhir usai dibaca. Saya sendiri termasuk dalam kelompok penikmat novel fantasi sejak kecil. Namun belakangan belum mendapatkan seri novel baru untuk diikuti kelanjutannya, sampai teman saya memberikan A Court of Thorns and Roses karya Sarah J. Mass. Hmmm… Menarik juga dari judul dan sinopsisnya. Baiklah mari kita selami dunia ini!

Sosok Feyre memang mengagumkan sejak awal kemunculannya, dalam diri Feyre saya melihat sisi wanita yang berani, tidak pantang menyerah, sekaligus keras kepala. Saya kasihan karena Feyre harus menanggung hidup keluarganya yang jatuh miskin. Gaya narasi dengan memakai sudut pandang orang pertama yakni Feyre sendiri membuat pembaca bisa memahami apa pun yang Feyre rasakan, termasuk ketakutannya ketika berhadapan dengan Tamlin—Sang Peri Agung. Formulasi plot cerita dari benci jadi cinta antara manusia dan makhluk asing ‘beast’ mengingatkan kita dengan kisah Beauty and The Beast, namun dengan ciamik penulis lihai membuat sub-sub plot dan background masing-masing tokoh sehingga kita sebagai pembaca tetap bisa menikmati kisah novel sebagai karya orisinil, tanpa dipengaruhi oleh referensi fiksi lain.

Jujur, tokoh favorit saya di buku ini bukanlah tokoh utamanya, Feyre atau Tamlin. Tapi saya suka dengan Lucien dan keberadaannya di buku membuat banyak hal menjadi lebih jelas. Lucien adalah ice breaker yang jitu, sehingga kita tidak terkungkung dengan pikiran-pikiran Feyre semata. Jokes yang dilontarkan oleh Lucien pun tidak membosankan, benar-benar penyeimbang Berhubung ini novel roman fantasi, rasanya kurang yahud apabila tidak membahas hubungan romantis antara Feyre dan Tamlin. Tamlin yang digambarkan dingin awalnya, pria tipe A (alpha), dan ternyata semakin ke belakang semakin menarik, surprisingly cute. Cinta Feyre dan Tamlin berkembang perlahan, dan tidak terburu-buru. Pembaca disuguhkan proses kasih sayang yang menurut saya wajar, tidak kilat seperti novel roman fantasi young adult pada umumnya.

Saya dengar A Court of Thorns and Roses sudah dibeli rights filmnya. Dan saya excited! Sebelum layar lebarnya muncul, saya tertarik membaca dua buku sekuelnya yaitu A Court of Mist and Fury (#2) dan A Court of Wings and Ruin (#3). Penasaran dengan pengembangan karakter-karakter pembantu di buku yang pertama, berharap makin banyak karakter yang berperan signifikan. Saya baru pertama kali membaca novel karangan Sarah J. Mass, dan suka dengan universe building yang dibuatnya. Memang tidak serumit Middle Earth J.R.R Tolkien, tapi justru dengan lingkup sederhana penggambarannya jadi lebih jelas dan menyeluruh.

Ini merupakan pengalaman baru bagi saya dalam menikmati cerita fantasi berbalut romansa. Untuk yang suka seri Twilight pasti akan menyukai A Court of Thorns and Roses. Tamlin—is he the new Edward Cullen? Hahahha.. Kita tunggu, semoga dengan buku ini makin melejit di pasaran dan filmnya juga dieksekusi dengan baik.

Comments