Misa Teduh di Gereja Katedral Jakarta

Hari Minggu harinya Tuhan. Kalimat ini sudah nempel di otak dari kita kecil, kalo hari minggu itu ya waktunya kita pergi beribadah, untuk umat kristiani, beribadah sama dengan pergi ke Gereja. Saya bukan orang yang rajin pergi beribadah, kadang pas malas nya kumat, bisa aja saya absen dengan alasan pembenaran – daripada terpaksa ke Gereja mending gak usah kan. Hahahaha.. Lalu, sering juga memindahkan ritual misa hari Minggu dipindahkan ke hari Sabtu – supaya hari Minggu bisa tidur sampai siang. Ketika kecil godaan terbesar untuk tidak pergi ke Gereja adalah film kartun & film anak-anak, tayang nonstop di saluran televisi yang OKEH itu dari jam 7 pagi sampai jam 10. Coba.. Bagaimana saya gak suka bolos ibadah, wkakakka.. Seingat saya, saya tiba-tiba jadi rajin ibadah itu karena satu hal yaitu karena mau dibaptis, mendadak saya rajin ke Gereja, ikut sekolah minggu, aktif jadi lektor (pembaca ayat dan pasal Alkitab), dan kur anak-anak. Dipikir-pikir dari kecil sampai sekarang, ‘kemalasan’ untuk pergi ke Gereja itu selalu saja ada yak.

Pergi ke Gereja kini setelah sudah dewasa, sudah lagi tidak dimaknai ‘kalau tidak ke Gereja nanti dosa’. Dosa apa tidaknya ya tergantung dengan amal ibadah perilaku di kehidupan sehari-hari juga. Sekarang saya lebih memaknai hal ini sebagai sebuah sarana untuk kita as a human melepaskan diri sejenak dari beban-beban duniawi. Widih berat banget yak. Maksudnya begini sih, kalau dari Senin-Jumat kita bekerja, lalu doa-doa yang kita panjatkan ketika bangun pagi, makan, mau tidur, adalah doa pribadi yang terselip dalam kegiatan sehari-hari. Nah di hari Sabtu/Minggu inilah kita pergi ke Gereja meluangkan waktu khusus 1-1,5 jam untuk benar-benar khusyuk tanpa disalip dengan kegiatan-kegiatan lain. Lalu di sini juga kita jadi bisa refleksi, bersyukur, introspeksi diri, dan memikirkan tentang surga, Ketuhanan, iman, kisah-kisah biblikal, serta hal lain yang biasanya jarang terpikir ketika kita sibuk dengan kegiatan sehari-hari.

Beberapa tahun belakangan, ada alasan lain yang membuat saya jadi lebih bersemangat ketika pergi ke Gereja. Dengan pergi ke Gereja saya bisa belajar sejarah dan arsitektur. Agama Katolik yang saya anut memiliki sejarah yang menarik, cerita tentang penyebaran agamanya, cerita mengenai pembangunan Gereja, asal-usul umat, ditambah dengan keindahan interior dan arsitektur Gereja yang memiliki ciri khas tertentu. Wedew tambah nikmat sekali ke Gereja. Senangnya sebagai penganut agama Katolik, ketika berada di daerah lain dan ikut misa Gereja Katolik di lokasi tersebut, tidak ada perasaan rikuh, rasa-rasa seperti memasuki rumah yang pemiliknya sama, hanya berbeda lokasi, bentuk, dan sejarahnya. Dari banyak Gereja yang pernah saya kunjungi, masing-masing memberikan kesan tersendiri. Di posting ini, saya mau membahas tentang Gereja Katedral Jakarta yang terkenal itu. Hehehe.. Posting tentang Gereja lainnya juga akan saya kumpulkan dalam tag Gereja.

Gereja Katedral Jakarta sebenarnya memiliki nama resmi Gereja Katolik Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga. Woh, panjang ya hahaha.. Namun orang-orang lebih suka menyebutnya singkat dengan istilah Katedral Jakarta. Di Indonesia, katedral itu sebutan untuk Gereja Keuskupan alias gereja-gereja yang pemimpinnya adalah uskup. Ada Gereja Katedral Semarang, Pontianak, Jakarta, Bandung, Bogor, Ambon, Medan, dan lain-lain menyebar di seluruh Indonesia. Nah, Katedral Jakarta ini adalah gereja milik Keuskupan Agung Jakarta yang merupakan wilayah formal Gereja Katolik Roma tertua di Indonesia. Hmmm.. Uwow.. Jadi gak heran dibanding gereja-gereja yang lain Katedral Jakarta bangunannya tua banget. Menurut situs resminya www.katedraljakarta.or.id , Gereja ini sudah ada sejak taun 1807, tapi waktu dulu bentuknya tidak seperti yang dapat kita lihat sekarang ini. Dalam kurun waktu 100 tahun, bangunan Gereja yang asli mengalami kebakaran dan ambruk. Barulah di tahun 1901 diresmikan Gereja baru yang kokoh berdiri sampai dengan sekarang ini.

Beberapa kali misa di Gereja Katedral entah kenapa selalu dapat Romo-Romo yang tua. Entah memang Romo yang tugas di sana senior-senior apa gimana. Keuntungan mengikuti misa dari Romo yang sudah sepuh itu banyak, selain kotbahnya yang lebih kena di hati (weh sudah makan asam dunia, gak heran homilinya begitu menohok), alur misa juga jadi lebih lancar dan biasanya cepat. Misa di Gereja Katedral hanya 1 jam saja, lebih cepat setengah jam dari misa reguler di Gereja lain. Salah satu hal yang membuat orang senang misa di sini juga karena Gereja ini adem, ga panas. Pakai AC soalnya. Ada hal yang menarik soal pendingin di Gereja ini, berhubung bangunannya adalah bangunan bersejarah, penuh dengan ukiran-ukiran di sisi bangunan. Gak mungkin untuk memasang AC split di atas. Nah, lalu ada ide untuk menaruh pendingin tersebut di bawah tanah, tidak merusak bangunan dan pemandangan.

Gereja Katedral punya museum lho! Di museum ini terdapat banyak perabotan gerejawi yang sekarang tidak dipakai lagi, dan katanya sih kuno dan antik gitu. Saya belum sempat mengunjungi museumnya, next time yah kudu ke sini. Lalu selain itu yang menjadi daya tarik Gereja ini adalah Gua Maria dan Orgel Pipa. Gua Maria yang besar dan teduh membuat suasana doa menjadi lebih khusyuk, biasanya sehabis misa Gua ini akan selalu ramai dikunjungi umat-umat yang memiliki permohonan khusus. Sedangkan orgel pipa tersimpan dekat mimbar utama Gereja, masih bisa dimainkan dan bunyi. Wahhh.. Keren banget Gereja Katedral, banyak peristiwa-peristiwa penting Gereja Katolik Indonesia yang bertempat di sini, seperti ketika Paus Paulus II datang ke Indonesia, beliau  memimpin misa di Katedral bersama dengan para uskup.

mau foto altar agak susah, padat bookk

Umat di Gereja Katedral buanyak banget. Di hari Sabtu-Minggu mereka menyelenggarakan misa sampai 8 kali yaitu Sabtu di jam 6 sore, serta Minggu di jam 6 pagi, 7:30 pagi, 9 pagi, 10:30 pagi, 5 sore, dan 7 malam. Untuk bisa dapat tempat duduk harus berangkat cepat-cepat, minimal 30 menit sebelum misa dimulai, ya kalau ga gitu ya duduknya di luar, mengikuti misa lewat view projector. Dua kali misa di sini, selalu dapat tempat duduk di dalam, syukur lah yaaaa.. Kebiasaan Adek dan saya sebelum misa adalah makan pagi dulu, nah di luar Gereja Katedral banyak yang jualan, jualan soto, mie, siomay, bakpao, kwetiauw, otak-otak. Jadi ga bakal kelaparan deh ya. Harganya juga sangat terjangkau dan enak-enak rasanya, banyak makanan ga halal gaes heheheeh..

Akses untuk menuju Gereja Katedral mudah banget, paling mudah pake bis Trans Jakarta atau KRL. Stasiun (Stasiun Juanda) dan shelter (Shelter Juanda) deket banget dari Gereja, tinggal jalan kaki aja sedikit, bisa juga pakai bis kota turun di Halte Istiqlal. Nah, buat yang tinggal di sekitaran situ bisa naek bajaj juga. Seru lho naek bajaj ini, murah juga, bisa muat bertiga!

Okay, begitulah sekilas cerita mengenai Gereja Katedral Jakarta! Ayo ayooo rajin ke Gereja hahhahahhaha..

Comments

Anonymous said…
He then invented the ‘Skill Draw’ machine in 1901, which enabled gamers to carry cards to improve their palms. When enjoying in} with an actual card recreation at a casino, like blackjack, you calculate your odds utilizing the home edge. When enjoying in} with a machine, you calculate the game’s payback percentage. There are many variants of video poker, however all are based mostly on simple five-card draw poker mechanics and use a normal 52-card deck of enjoying in} cards. Kane decided to wring what he could from the four Fremont machines. He discovered to 솔카지노 speed up the method by utilizing the Game King's Double Up characteristic, which gave gamers an opportunity to double their winnings or lose every thing.