Social Media These Days
Ratusan juta orang jumlah
masyarakat Indonesia saya yakin sebagian besarnya telah mengenal internet dan tentu saja social media atau kalau di bahasa berita
disebut dengan SNS (Social Networking
Service). Biar saya sebut socmed
aja untuk di posting ini, socmed ya,
bukan solmed, kalo itu nama Ustadz. Socmed
di jaman sekarang sudah semakin dekat dengan kehidupan kita, dari bangun pagi
sampai tidur lagi. Ya gimana ngga, tiap hari kita pegang gawai (gadget). Kalau dulu untuk buka socmed harus login komputer dulu.
Sekarang with the single touch, kita
bisa mampir ke socmed mana aja dan
kapan aja.
Bisa dibilang saya termasuk orang
yang lumayan suka main socmed, setiap
ada socmed baru mesti saya cobain,
buat akunnya. Misi saya yang pertama sih untuk liat-liat aja, ga terus serius
banget engage dengan socmed tersebut. Kalau bagus saya
lanjutin, kalau ternyata masih sama kayak yang laen, saya tinggal aja.
Menggandrungi membuka socmed sempat
saya rasakan ketika jaman awal-awal kuliah, wah bisa parah banget deh, pernah
sampai suatu kali hanya buka fesbuk saja sampai 3 jam. Ngapain? Berselancar.
Liat-liat profile orang lain, kadang
balas-balas komen, dan chat sama teman. Lalu, lama-lama bosan. Kini, buka
fesbuk mungkin hanya seminggu sekali, atau bahkan lebih dari seminggu baru saya
liat lagi.
Socmed saya seperti facebook,
twitter, plurk, pinterest, ask.fm, flickr, path, instagram, path, linkedin,
dll bisa dibilang masih aktif saya buka. Tapi frekuensi membukanya tergantung
kebutuhan. Dan bisa jarang sekali saya buka, sampai kadang lupa password-nya. Dulu jaman alay, kayaknya
perlu banget untuk update socmed,
makin ke sini, makin mikir saya untuk share
something di socmed. Kalau memang mau share
sesuatu ke teman, langsung japri aja deh, gak usah lagi lewat wall2 socmed. Chat apps entah
kenapa jadi lebih terasa dibutuhkan dibanding socmed.
Hubungan saya dengan socmed itu love-hate relationship. Kadang senang pake, kadang muak. Ya itu
bukan salah socmed-nya, penyebab
utama jelas pemakainya. Namanya juga ruang publik, apa pun jadi bisa terbaca
sengaja atau tidak disengaja. Kalau sudah ada yang menyebalkan, biasanya saya
puasa gak buka socmed tersebut dulu.
Seperti contohnya begini, tiba-tiba ada teman yang pamer berlebihan yang bikin
saya gatel untuk nyinyir, atau ada berita hoax
yang entah kenapa di-share oleh
sedemikian banyak orang sampai bikin bosan dan komen ‘apaan sih niiiii..’. Senangnya di socmed karena banyak hal yang menghibur dan informasi yang begitu
cepat kita dapat. Apalagi karakteristik orang Indonesia yang kreatifnya suka
keterlaluan, ada aja meme meme yang bikin geleng2 kepala. Well, fun juga saya lihatnya.
Setelah sekian lama ini tidak
terlalu apdet socmed, apa kabar nih socmed? Saya melihat socmed kini berkembang stagnan, belum
memunculkan lagi inovasi-inovasi yang bikin uwow kayak tahun 2000-an.
Belakangan sedang rame soal socmed
yang berbasis video dan suara, tapi
tidak berlangsung lama dan kurang viral.
Lalu, nge-hits juga socmed berbagi foto atau video realtime dengan efek-efek unik unyu-unyu (Snapchat) – agak lama nge-trend
tapi kini udah mulai ditinggalkan kembali. Saya sempat coba itu semua juga,
mungkin pengaruh usia tua jadi cepat bosan. Apalagi setelah tau membutuhkan
kuota internet yang besar, oh no bye2
aja deh.
Socmed yang masih rame, meskipun penggunanya sudah terasa
berkurang, kebanyakan dipegang oleh pemain-pemain lama seperti facebook, twitter, instagram, path. Socmed angkatan lama tersebut walaupun
secara user interface makin baik,
tapi kontennya masih itu-itu saja dan tidak banyak berubah. Gak tau ya sampai
kapan kita menunggu ada socmed baru
yang mengguncang dunia kayak kehadiran facebook
10 tahun yang lalu. Hehehe.. Atau justru sekarang dunia sudah bosan kali yah
dengan socmed, beralih ke yang lain
seperti game Pokemon Go atau chat apps.
Para user kini sudah makin pinter dalam mempergunakan socmed, pertama sudah dipakai untuk
menghasilkan uang (entah dari berjualan atau menipu hahaha..), kedua
mempopulerkan jurnalisme internet
sehingga kita bisa mendapatkan berita dalam hitunga detik (walaupun kadang
salah juga beritanya), ketiga socmed
bisa mendekatkan yang jauh (tapi tentu saja bisa menjauhkan yang dekat), dan
penggunaan-penggunaan lain yang memiliki sisi positif dan negatif, tergantung
bagaimana kita mau melihatnya. Ala-ala pedang bermata dua, fungsi socmed bisa digunakan untuk kejahatan
dan juga kebaikan. Kehadiran socmed
belakangan juga menimbulkan masalah sosial serius seperti kemarin pembakaran
vihara yang beritanya tersulut gegara fesbuk. Di dunia pergosipan, gosip perselingkuhan antara Ayu Ting
Ting dan Raffi Ahmad juga ramai karena socmed
– instagram.
Adanya socmed juga meningkatkan populasi haters pada orang tertentu. Catat! Hal ini bukan hanya terjadi pada
public figure saja, tapi orang biasa juga. Mari kita introspeksi diri,
seringkali kita benci dengan orang lain hanya gara-gara liat foto mereka di facebook atau instagram-nya aja, padahal dibilang kenal sama itu orang juga ngga,
ya sebel aja karena liat socmed-nya. Hal
ini kalo kita pikir-pikir lagi, ih koq bisa yah guweh segitunya. Ada juga, yang
benci sama kita karena baca tulisan kita di web,
meskipun tulisan itu gak ada sangkutpautnya dengan sang pembenci. Disamping itu
semua, socmed juga bisa mendatangkan
pujian, kekaguman, simpati, dan ketenaran. Hidup ini memang yin dan yang. Ada hitam ada putih ada abu-abu. Begitu pula socmed.
Posting ini dibuat untuk mengajak kita semua mempergunakan socmed dengan sehat. Sehat di sini artinya
ya sama dengan sehat di badan kita, tanpa bakteri alias tanpa kedengkian dan
kebencian yang bikin ga sehat jasmani, rohani, dan psikis. Berhubung saya juga
dulu sempat jadi korban socmed,
lagi-lagi mengingatkan bahwa masalah yang terjadi di dunia maya itu bisa
terjadi kepada siapa saja. Maka perlunya kita berhati-hati. Kunci yang penting
menurut saya, boleh dekat dengan socmed
tapi jangan lekat! Kelekatan pada socmed
hanya akan menimbulkan masalah serius, apa-apa jadi baper! Oh No! Gak mau kan disamain dengan abegeh abegeh labil. So, pergunakan socmed dengan sewajarnya ya Gaes!
Comments