Opini Terhadap LGBT
Sebuah stasiun TV yang kebetulan
suka sekali caper, mengangkat LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender)
sebagai topik talkshow andalannya. Saya lihat? Sebentar saja, merasa muak
dengan cara mereka membahasnya lalu mending ganti channel lain daripada otak
ini mendadak turun IQ. Hmmm.. Saya jadi berpikir, mungkin gini ya keadaan
Amerika sekitar 50 tahun yang lalu ketika antar golongan masyarakat berdebat
mengenai LGBT. Tak ada ujungnya, seriously, dan tiap golongan saling membenarkan
diri. Semua orang ingin dianggap benar, padahal opini ya just opini, boleh
semua orang ngomong, tapi soal benar apa salah, mau diikuti ato ga. Ya kan
balik lagi ke urusan masing-masing orang. Nah, gak mau kalah dengan Bapak-Bapak
Ibu-Ibu di acara tersebut, di posting kali ini, saya mau mengutarakan pendapat
pribadi saya mengenai LGBT.
Saya mengetahui term laki-laki
yang keperempuanan atau perempuan yang kelaki-lakian sudah sejak SD. Ketika SD
saya punya teman dekat yang sering dikata-katai ‘banci’ karena dia lebih nyaman
bermain dengan teman perempuan dibanding teman laki-laki. Anaknya rajin banget,
lembut, dan tidak terlalu suka pelajaran olahraga. Tapi ketika itu hanya
sebatas si X memang lembut seperti perempuan tetapi tidak pernah berpikir
sampai apakah dia menyukai pria atau wanita. Namanya juga anak SD masih
polos-polos unyu gitu. Di SMP juga tidak ada yang aneh, saya sendiri dari SMP
boyish sekali tidak terlalu menyukai hal yang cantik-cantik, dari dulu doyan
main basket dan aktifitas outdoor. Tapi saya secara sadar, tau bahwa I have
desire to man, meski tampilan macho begini.
Di SMA lha ya, saya menemukan
spesies wanita yang bener-bener tomboy. Kayaknya ke-macho-an saya di SMP gak
ada apa-apa nya deh. Kakak angkatan saya ini gaya berbicara nya juga sudah
kayak anak laki-laki. Potongan rambut juga cowok. Namun, lagi-lagi ketika itu
pengetahuan saya hanya terbatas menganggap ‘ah itu hanya penampilan saja
sih..’. Lalu, ada satu kejadian di penghujung sekolah menengah atas yang
membuat saya menyadari betul kehadiran LGBT di dunia ini, ketika teman dekat
saya (perempuan) tiba-tiba menghilang dan dibawa kabur oleh seorang lesbian
yang dikenalnya dari dunia maya. Saya shock banget waktu itu, dan gak tau juga
mau komentar apa.
Kejadian tersebut merupakan memori
yang cukup buruk, meskipun bukan saya yang menjadi korban. Mungkin karena yang
mengalami adalah orang yang benar-benar dekat, jadi saya terkena aura
negatifnya. Ketika itu saya heran juga sama teman saya ini, karena dia itu
orangnya cantik, baik, kalem, pinter bahasa Inggris, dan idaman para pria
banget. Selama sejarah bersekolah, selalu jadi kembang sekolah. Kenapa harus
‘belok’? Emang udah bosen sama laki-laki? Dan kalopun alasannya bosen, ya Tuhan
saya aja gak dapet-dapet *malah curhat* berita terakhir sih bilang kalo teman
saya ini kena santet sama si pasangannya itu. Ah tidak tau lah ya. Inti cerita,
yak di sini lah saya baru ngeh real beneran kalo LGBT ini benar adanya bukan
sekedar perkara ekspresi perilaku dan penampilan aja.
Masuk Fakultas Psikologi,
bahasan-bahasan LGBT menjadi lumrah dan wes biasa. Selain belajar memahami LGBT
dari buku, saya juga belajar dari langsung subyeknya. Yap, di kampus
teman-teman yang openly gay/lesbian tidak malu mengekspresikan diri. Dan
menurut saya pribadi itu sah-sah saja, sama seperti kalau kamu suka musik rock,
lalu suka pakai baju-baju band rock. Ada beberapa teman LGBT yang saya pribadi
kagumi, kagum dengan semangat hidupnya, malah gak jarang yang secara agama kuat
banget, mereka juga open-mind, terbuka, serta apa adanya. Dan yang sangat saya
hormati adalah ketika mereka juga menghargai kita yang straight, jadi temenan
sama gay & lesbian bukan berarti kita juga kudu punya orientasi seksual
yang sama dengan mereka. Ato mereka yang memaksa kita menjadi gay/lesbian juga.
Ada pendapat yang bilang kalau
lesbian/gay itu “born this way” alias sudah dari lahir ya begini. Namun, sampai
sekarang yang bilang homoseksual itu faktor genetis juga tidak banyak, masih
belum cukup terbukti secara penelitian. Di sisi yang bersebrangan, ada yang
bilang bahwa faktor lingkungan berperan besar dalam membentuk seseorang menjadi
homoseksual, misal seperti trauma masa lalu, ajaran dari kecil, atau
ikut-ikutan teman. Pendapat ini juga tidaklah salah, karena memang banyak juga
yang memang ‘memilih’ orientasi seksual seperti ini, kayak contohnya
orang-orang di Belanda yang demi dapet ijin tempat tinggal ya milih nikah
dengan sesama jenis supaya cepet dan anti-repot. Sama juga dengan seorang teman
saya yang suka bereksperimen, jadi kadang kalo lagi pengen sama cewe ya sama
cewe, kalo pas pengen sama cowo jadilah dia hetero. Unik kan manusia. Jadi saya
sendiri kalau ditanya orang lain mengenai asal-usul LGBT, ya begitulah yang
saya jelaskan seperti di atas.
Dari berbagai bahasan LGBT,
sebenarnya yang paling saya benci kalau sudah dikait-kaitkan dengan agama.
Aduh. Nah inilah yang terjadi di Indonesia. Di negara ini apapun mesti
dikaitkan dengan agama, which is making me feel sooo annoyed. Di agama tertentu
memang tertulis di kitab suci bahwa LGBT itu adalah dosa dan tidak dibenarkan
(secara agama). Saya agak curiga sebenarnya pasal ini ada karena pada jaman itu
manusia sedang gencar-gencarnya memperbanyak keturunan karena ada keyakinan
jumlah penduduk yang banyak itu sama dengan ketahanan dan kekuatan suku
tertentu, kalau masyarakatnya banyak dan kuat ya tanah yang ditempati tidak
mudah direbut oleh suku lain. Jadi ya jelas melarang karena hubungan sejenis
kan tidak memunculkan keturunan. Sedangkan konteksnya di masa kini udah beda
banget, negara-negara sekarang tidak begitu mudahnya direbut/dijajah, ada
undang-undang, dan ada sistem pertahanan yang sebegini rupa. Jadi kalo masih
ikut tulisan yang jaman baheula itu sebenarnya ya kurang tepat juga menurut
saya.
Indonesia rada telat juga ramenya
soal LGBT. Baru beberapa bulan ke belakang ini, dan saya yakin si bentar lagi
juga lupa, udah keganti sama berita lain yang lebih hebring. Padahal ya,
sebenarnya untuk kalangan tertentu LGBT itu sudah buka barang aneh. Tanya aja
sama temen-temen seniman, atau orang-orang yang berkecimpung di dunia showbiz.
Cuma selama ini off the record, jadi baru heboh banget sekarang setelah banyak
kasus-kasus yang terkait LGBT entah sebagai pelaku atau korban. Ekspos berita
yang lebay ini nih yang bikin imej LGBT kayaknya salah banget, kayaknya jelek
banget, dan virus. Dan ini lho yang saya kecewakan, padahal temen-temen LGBT ga
semuanya salah, ga semuanya jahat, ga semuanya penjahat kelamin, or whatever
you called it. Ya sama lah kalo kita punya prejudis orang Cina itu pelit-pelit,
padahal ya ga semua begitu. Damn you, prejudice.
pic taken from here
Comments
I'm really impressed with your writing skills as well as with the layout on your weblog. Is this a paid theme or did you modify it yourself? Anyway keep up the excellent quality writing, it is rare to see a nice blog like this one nowadays. hotmail login