Perihal Ngomongin Orang

Makhluk di muka bumi belahan mana yang gak pernah ngomongin orang? Kalau ada yang tidak pernah ngomongin orang, saya kasih trofi deh. Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita tidak heran dengan kebiasaan yang satu ini. Pagi, siang, malam, sepuasa-puasanya kita ngomongin orang, mesti aja ada satu kondisi yang membuat kita membicarakan orang lain. Orang lainnya bisa random banget, bisa tetangga, teman sekantor, teman sekuliahan atau sekolah, orangtua sendiri, bahkan artis atau idola yang tidak kita kenal sebelumnya. Ya gimana kita bisa sehari tanpa membicarakan orang lain, toh hidup kita sehari-hari juga dikelilingi oleh manusia-manusia - para Homo Sapiens. Emangnya tinggal di hutan, sendirian, hanya ada pasir berbisik dan rumput bergoyang #heleh

Membicarakan orang lain tidak sama dengan ngegosip. Nah, ini nih yang suka jadi salah kaprah. Ketentuan aktifitas ini berubah jadi ngegosip adalah apabila dalam cerita sudah ada bumbu-bumbu yang ditambahkan atau dikurangi. Semisal, ada kabar kalau si A putus dengan tunangannya, bisa jadi gosip kalau si A putus dengan tunangannya karena orang ketiga, padahal yang sebenarnya terjadi karena si A mau jadi TKW di Arab misalnya. Nah, sudah ada spin-spin cerita tertentu yang tidak benar. Jadilah itu gosip. Kenapa membicarakan orang lain identik dengan ngegosip? Emang dasar ya yang namanya manusia (apalagi manusia di negara kita tercinta), kalau beritanya kurang wah atau heboh kayaknya jadi ga seru jadi kudu ada plot-plot tertentu yang bikin menarik. Dan sudah seperti tertanam di alam bawah sadar, kalau ada berita entah gimana prosesnya ada aja pernak-perniknya. Dan karena itu suka simpang siur beritanya, ada versi A, B, C, dan D. Sudah gak tau mana yang benar, kalau bukan tanya ke sumber utamanya. Karena kebiasaan bikin-bikin cerita baru ala sutradara, ngomongin orang ini malah terasa gak ada bedanya ngegosip.

Berhubung ngomongin orang dekat dengan ngegosip, jadilah aktifitas ini dipandang negatif. Padahal ngomongin orang yang tepat (ceritanya fakta, berasal dari sumber-sumber terpercaya, berita konsisten) bisa jadi sarana refleksi, dan pelajaran buat kita sendiri. Kalau beritanya berita kurang baik, ya buat jaga-jaga kita juga. Kalau beritanya bagus, ya boleh lah jadi referensi perilaku kita. Apalagi di jaman dengan arus informasi yang cepat sekali seperti sekarang ini, kita sebagai pelaku, ya kudu pinter-pinter lihat info mana yang bener - layak untuk disebarkan, dan mana yang hanya gosip semata. Saya sendiri kadang kejebak juga dengan hal ini, saya kira beritanya bener ternyata hoax dan gosip, niat hati cerita ke teman-teman buat sekedar sharing malah jadi ngegosip. Hedeh, saya terjerumus ke dalam lembah kelam pergosipan deh jadinya.

Membicarakan orang lain itu perlu tapi tidak terlalu penting sebenarnya. Sama dengan kebiasaan lainnya, kalau dilakukan berlebihan hanya akan merugikan diri kita sendiri saja. Masyarakat Indonesia dengan budaya-nya yang timur banget, masyarakatnya yang komunal, dan kepentingan antar-golongannya masih kuat membuat acara ‘membicarakan orang lain’ jadi bagian dari budaya. Di negara barat hal ini tidak terlalu terasa, karena topik pembicaraan di sana kebanyakan soal diri sendiri, berita umum yang terjadi di sekitar, atau ya ilmu pengetahuan tertentu. Jarang banget ada orang yang mau ngurusin urusan orang lain kayak kita di sini. Hahaha.. Aduh padahal kalau dipikir-pikir ngurusin diri sendiri aja sudah bikin pusing, apalagi ngurus orang lain yah..

Ya sudah, kita mendingan seperlunya saja ngomongin orang. Kalau yang lain membahas ya kita ikut dengan memperhatikan aturan (gak usah nambah atau ngurangin cerita), kalau sudah mepet-mepet gosip ya kita gak usah ikut-ikutan – memilih mundur teratur, dan yang terakhir.. Berdoa saja kalau diri kita ini tidak jadi bahan omongan orang lain, hahaha.. Ok, take care.


pic taken from here

Comments