Gerah dengan Tuntutan
Waktu kita semua kecil, hidup ini sangatlah sederhana. Apalagi jika
terlahir di keluarga samawa, yang orangtua nya teredukasi dengan baik dan tidak
memiliki kesulitan ekonomi. Sebesar apapun masalahnya, tidak akan jadi
complicated seperti hidup teman-teman yang sedari kecil susah makan, orangtua
tidak kompak, dan malfungsi keluarga akut. Semakin kita besar, lalu kita
perlahan-lahan menjadi entitas pribadi yang utuh (harusnya). Punya karakter
kuat dan unik, serta memiliki kebebasan memilih. Namun, ternyata setelah sudah
dewasa, kehidupan itu juga kemudian mulai sulit. Permasalahan yang dahulu hanya
bisa disaksikan di sinetron ternyata ada juga di kehidupan nyata. Which is
membuat saya yang polos (polos???) ini terkaget-kaget bukan main wahahahahaha..
Salah satu permasalahan klasik dalam proses menjadi orang dewasa atau
kerennya disebut grown-ups adalah bagaimana pandangan orang lain itu sangat
mempengaruhi setiap tindak-tanduk perilaku serta pilihan hidup kita. Padahal
idealisnya adalah kita melakukan sesuatu ya karena kita ingin lakukan, bukan
karena pengaruh orang lain. Biasanya semakin kita besar lalu semakin seringlah
muncul kalimat-kalimat seperti ini:
“… apa kata orang …”
“ah barangkali diomongin begini.. begitu..”
“malu sama …”
“jangan begitu, gak enak dilihat orang lain..”
Selanjutnya, sudah bisa ditebak, apa yang kita lakukan ya itu-itu saja
mengikuti pakem orang kebanyakan. Malu, takut, gak enak, kalo beda dari yang
lain. Sebenarnya tidak salah juga sih kalau kita menjaga perilaku demi
terjaganya moral sosial kehidupan ini (ya Tuhan bahasa guehhh..), tapi
seringkali ‘kata orang’ itu kemudian membatasi kita dalam mengekspresikan diri
sendiri, pada akhirnya kita gak bisa jadi diri sendiri. Dan ketika ada orang
lain yang ‘beda’ dan ternyata berhasil membawa ke kehidupan yang lebih baik,
kemudian kita iri hati. Padahal jelas permasalahannya à kenapa selalu ikut hidup yang
itu-itu aja.
Karena terlalu sering hidup dalam tuntutan orang lain (social pressure), kita jadi sulit
untuk menemukan ide-ide orisinil atau out of the box. Ya kalau menurut saya
pribadi sih, sayang banget kalau hidup hanya mengikuti kata orang, hellow
emangnya itu orang orangtua kamu, saudara kandung kamu yang memang tau kamu
banget. Bisa-bisanya mengatur hidup kamu. Salah satu contoh yang kadang bikin
saya geleng-geleng adalah kebiasaan warga kampung di dekat rumah saya, ketika
ada satu rumah yang sedang renovasi, tidak ada angin tidak ada hujan tidak lama
para tetangga kemudian ikut merenovasi rumah juga. Kalau ditanya memang kenapa
koq renovasi juga? Jawabannya adalah ya biar ga diomong warga yang laen
(diomongin koq rumahnya ga terawat, atau merenovasi rumah karena agar dilihat
kaya raya tidak kalah dengan tetangganya).
Contoh laennya adalah gini - tau kan kalau sehabis kita lulus kuliah
dan bekerja, pertanyaan selanjutnya adalah ‘mana pacarnya?’ dan ‘kapan menikah’
*ehem* kalau jawabannya ‘belum ada pacar’ ‘belum memikirkan pernikahan’ atau
‘masih jomblo’ ada aja orang yang mencap aneh. Lho.. Emangnya kenapa ya kalo
masih jomblo atau ada pacar tapi belum mau menikah. Lalu, kalau sudah terlalu banyak
yang bertanya gitu, lama-lama jadi kepikiran, dan memutuskan untuk cepet-cepet
punya pacar tapi dapetnya asal-asalan. Mental belum siap punya keluarga tapi
segera menikah agar tidak diomong orang. Fiuhhh.. Rasanya capek sekali yah
kalau hidup mesti seperti itu terus.
Dan yang sering terjadi juga begini, apa yang dilontarkan orang-orang
seringkali hanya basa basi busuk tidak penting – hanya biar ad bahasan
pembicaraan saja. Ya maklum ya masyarakat kita kan kayaknya gatel gitu kalo
tidak basa-basi. Mending kalau basa-basi lalu habis itu lupa, namun ada aja oknum-oknum
nyinyir yang sengaja kepo2 dan menyebarkan berita tentang ‘hal yang tak lazim’
tersebut. Kemudian di masyarakat muncul judgment yang tidak penting, dan
sifatnya hanya penghiburan (asik ada gosip baru). Lalu, apa yang terjadi dengan
orang yang berbeda tersebut? Karena tertekan jadi berubah dan kemudian
mengikuti apa yang dimaui masyarakat. Padahal belum tentu keputusan atas dasar
tuntutan orang tersebut baik untuk dirinya. Rest in Peace yang namanya
kebebasan berekspresi. Endingnya, ya kita hanya disitu-situ saja, tidak
berkembang, dan kayak robot – society bilang apa kita lakukan apa.
Penting buat kita menyadari - yang pertama adalah jangan sampai kita
menjadi pribadi yang suka menuntut orang lain. Contoh sederhananya, misal kalau
ketemu teman-teman coba cari pertanyaan basa-basi lain ‘hey, gimana lagi sibuk
apa sekarang?’ dan menghargai jawaban jujur temanmu dan sambung pertanyaan/pernyataan
lain yang sesuai konteks jawaban sebelumnya. Misal, ‘oh ada lagi bisnis, wah
asik jadi bisnismen, gue juga pengen tu, kudu belajar dari lu dong ya.’.
Penyadaran kedua adalah ketika ada orang yang rese, mempertanyakan keputusanmu
yang ganjil dan tidak biasa, mending senyum secantik/seganteng mungkin - habis
itu cepat-cepat sudahi bicaraan apalagi kalau orang tersebut makin melunjak.
Kemudian sadari nomor ketiga – tidak perlu masukin hati banget omongan
orang tsb yang tidak penting, prinsipnya saring yang penting-penting aja karena
ini akan menjaga kesehatan psikologis Anda. Keempat, kalau diajak ngobrol orang
yang tidak dekat-dekat amat hindari curhat colongan. Kita kudu pinter-pinter
juga membuat tameng, supaya tidak pusing sendiri. Sadari nomor lima (menurut
saya paling penting nih) – kita perlu tau kita pingin apa, fokus tujuan, dan
cita-cita, kalau kita tau ke depannya mau gimana, omongan orang lain yang tidak
penting hanya akan masuk ke folder kritik dan saran.
Hihiiii.. Oke siapkah kita menjadi pribadi yang utuh? Yang secara
sadar tau apa yang kita mau dan ingin lakukan, bukan hanya karena takut
diomongin orang. Ayo kita kudu siap, Kakak!
pic taken from here
pic taken from here
Comments