When Everybody is Being Traveler
Beberapa tahun belakangan sejalan
dengan meningkatnya pemakaian internet di kehidupan sehari-hari, semakin sering
saya menemukan dan melihat foto-foto liburan bertebaran dimana-mana. Entah di
social media, entah di chat messenger, atau bergelimpangan aja gitu di jagad
dunia maya (kalimat terakhir memang rada gak jelas wakakakaka). Apalagi kalau
saya membuka socmed berbasis fotografi – Instagram, rasanya overwhelmed sekali
sekarang melihat foto-foto orang liburan. Iri? Hmmm.. Quite a bit. Tapi keirian
itu bukan permasalahan utamanya. Sah-sah saja kok orang pada mengunduh foto
liburannya – saya juga begitu. Tapi yang lebih mengganggu saya adalah ketika
banyak orang lalu ujug-ujug mendeklarasikan diri sebagai seorang ‘traveler’ di
bio dan deskripsi akun socmed masing-masing. Padahal, semisal, baru juga jalan
ke luar kota sekali dua kali. Wth. Traveler? Oke fine, sebenernya terserah dy
juga sih mau mengidentifikasikan dirinya apaan. Namun, menyatakan diri sebagai
‘traveler’ padahal baru sekali dua kali ke luar kota / luar negri, rasa saya
terlalu prematur. Hati-hati posting ini mengandung opini sirik hahahaha..
What is traveling? Simpelnya sih
jalan-jalan dalam bahasa Indonesia. Saya suka sekali jalan-jalan, kegemaran ini
saya pikir sangat manusiawi. Siapa sih yang ga suka jalan-jalan? Siapa yang
tidak suka liburan? Mungkin satu-satunya orang yang bisa saya sebut gak suka
liburan adalah Mama saya. Hahhahaha.. Yang lain? Well, everybody loves
traveling, everybody loves looking around. Siapa coba di sini yang tidak
menyukai jalan-jalan sekalipun itu adalah business trip? Semua orang punya
hasrat untuk update status ketika berada di bandara suatu daerah/negara. Gatel
tangan ingin memberitahu seluruh dunia bahwa kamu mengunjungi lokasi tersebut.
Hasrat tersebut saya nilai wajar, mengingat pada dasarnya manusia butuh
perhatian dan butuh pengakuan. So, traveling menurut saya adalah suatu kegiatan
dimana seseorang berpindah fisik ke suatu tempat di luar domisilinya dan proses
ini menimbulkan perasaan ‘excitement’ unik yang berujung pada keinginan untuk
mengulangi/melanjutkannya kembali.
What is traveler? Orang yang
melakukan traveling. Dari definisi singkatnya siapapun pelaku traveling (tidak
melihat pada kualitas dan kuantitas) pantas aja disebut traveler, iya gak?
Namun dalam praktiknya, di dunia jalan-jalan dan pariwisata term ‘traveler’ ini
lebih cocok diterjemahkan menjadi ‘musafir’ ketimbang ‘pejalan’. Kalo menengok
Wikipedia, traveler itu padanannya adalah seseorang yang meninggalkan rumah
untuk tinggal di jalanan – nomads, vagabond. Saya sendiri sadar betul kalau
kegiatan jalan-jalan saya selama ini masih dalam taraf cupu, saya suka aja
disebut turis, habis bagaimana, memang saya turis banget kok. Kalo menamakan
diri traveler itu berasa ketinggian, seperti kata ‘cendekiawan’ di dunia
pendidikan, sebutan lebih ‘down to earth’ itu akademisi. Sama juga dengan
traveler, kalau masih biasa-biasa saja mending cari sebutan lain saja deh
daripada keberatan istilah. Hehehehe.. Kesimpulannya, traveler itu lebih dari
sekedar menjadi seorang ‘pejalan’, traveler itu pantas disematkan jika
seseorang sudah bisa mengambil makna dari perjalanannya bukan cuma karena pergi
ke tempat kece lalu dapet foto-foto kece bin narsis.
Are you a traveler? Coba sekarang
introspeksi dulu, bener gak ya saya ni traveler? Ditimbang-timbang lagi kalau
mau pake istilah traveler di bio socmed, ya kalo memang bener-bener sudah
pantas, gak apa-apa pake aja. Hanya apalah arti sebuah nama, kalau belum benar
diresapi dan dipahami dengan dalam. Pada akhirnya sebutan itu hanya sebagai hiasan
aja kan. Ohhh.. Maaf kalau posting yang ini jadi berasa sok2an filsuf gini.
Hehehehe.. Yaaa saya nulis posting gegara gatel banget pingin
komentar fenomena sosial ‘traveler jadi-jadian’ yang belakangan memang lagi in
dan pasaran banget. Kesannya being traveler itu semudah beli tiket pesawat
Jogja-Jakarta lewat website. Padahal Mbak Trinity kudu keliling dunia dulu
supaya bisa melegitimasi sebutan ‘naked traveler’nya, Ko Alex Amrazing aja harus jadi
kuli tinta via twitter bertaun-taun sampe akhirnya bisa jadi ‘traveler’, Duo
Ransel juga mesti jual rumah dan hidup di jalanan sebelum akhirnya mantap
dengan sebutan ‘traveler’. Being traveler is not as simple as moving from one
place to another, being traveler is when traveling gave deep meaning to your
life and change you to be a better person as day goes by.
Write ‘tourist’ or
‘travel-enthusiast’ in your bio I think it will be better. What’s wrong with
‘tourist’? Pada kenyataannya menjadi turis itu enak juga. Hehehehe.. Ngerasa cupu karena cuma jadi turis? Hey, justru berbangga lah jadi turis karena pergi pake uang sendiri, mau foto-foto santai, mau jumpalitan kayak apa di tempat wisata juga bakal dimaklumi, namanya juga turis. Turis itu ga cupu & ga norak. Jadi turis juga tetep bisa mengilhami perjalanan-perjalanan yang telah dilakukan, mendapat refleksi sekaligus perenungan. Ohya, saya juga jadi pingin nyindir yang suka ngaku2 backpacker tapi ternyata poshpacker,
bawaannya aja yang backpack tapi disuru naik angkutan umum yang berbau sejuta
umat kaga mau. Waduh kayaknya di posting ini saya berasa nyinyir banget yah,
mungkin lagi kurang liburan dan jalan-jalan nih ya hahhahaha.. This is all about penyebutan si sebenarnya, yang rasanya kalo pake istilah ketinggian tapi effort belum nyampe, kok ya kepedean. Oke.. Sekian dulu ya temans. Ntar kalo dilanjut malah makin kemana-mana hahahahhaa..
Comments