The Art of Blessing
Bersyukur. Saya pertama kali mendengar kata bersyukur dari Kakek saya.
Waktu itu sepertinya saya masih kecil imut-imut polos gak tau apa-apa gitu.
Saya ingat, sembari mengatakan kata bersyukur Kakek saya memamerkan senyuman terbaiknya,
jadi jelaslah kegantengan masa muda Kakek saya. Hehehehe.. Saya tidak paham
soal rasa bersyukur sampai dengan sudah agak gedean, SMA akhir-akhir mungkin saya
baru deh menyadari apa itu bersyukur. Berhubung jaman SMA, saya juga agak
religius, ikut persekutuan doa di gereja setempat, aktif ikut kegiatan Gereja, memiliki
jadwal berdoa yang sangat teratur, dan melakukan praktik saat teduh setiap hari
jam 5 pagi. Pokoknya saya holy banget deh, sekarang, saya kadang kangen juga
saat-saat punya waktu mengobrol dengan sang empunya kehidupan.
Tambah besar, tambah dewasa alias tambah tua, tambah susahnya
kehidupan, saya semakin galau dengan rasa bersyukur tersebut. Naik turun deh.
Kadang ya saya bersyukur banget dengan hidup saya, tapi gak jarang juga saya
gak bersyukur, apalagi kasusnya ketika saya melihat orang lain itu lebih
sukses, lebih hebat, atau mempunyai hal yang lebih baik dari saya. Saya iri,
saya gak suka, dan rasanya saya gak mau gitu orang tersebut bahagia. Dan
sekarang-sekarang ini, seperti masa kritis saya mungkin ya, masa kritis dimana
saya minim bersyukur. Hmmm.. Ya, saya juga jadi mempertanyakan lagi sebenarnya
bersyukur itu apa dan bagaimana sih.
Sampai sekarang saya masih bingung, apakah rasa bersyukur itu muncul
dengan membandingkan diri kita dengan orang lain? Atau membandingkan satu
situasi dengan situasi yang lain? Semisal, saya bersyukur saya sehat-sehat saja
sampai dengan hari ini, karena di luar sana banyak orang seumur saya yang
menderita karena penyakit. Contoh lain, saya bersyukur memilih makanan yang ini
dibandingkan yang itu, yang ini sudah enak murah juga. Atau adakah bentuk rasa
bersyukur yang lain? Bersyukur yang lebih pure gitu, menerima hidup kita apa
adanya tanpa lihat ke rumput tetangga sebelah yang mungkin lebih hijau atau tidak
sehijau punya kita. Gak tau ya dapat wangsit darimana, saya yakin dan percaya
sih ada rasa bersyukur yang bisa kita dapatkan tanpa kita harus membandingkan
diri kita dengan orang lain. Omong-omong soal ini, saya punya pengalaman
baru-baru ini, yang entah apakah bisa dijadikan contoh untuk statement saya
mengenai bentuk lain dari bersyukur , apa tidak.
Belakangan saya memang lagi sering-seringnya ngiri dengan orang lain. Sepertinya
saya jadi begini itu karena pengaruh beban mental akibat belum menyelesaikan
pendidikan strata satu saya. Hal-hal yang membuat saya sensitif juga sekitar
hal-hal tersebut. Misalnya, ada teman saya yang sudah lulus lalu mendapat
pekerjaan yang baik, adik-adik angkatan secara gerilya tiba-tiba sudah ujian
skripsi, teman lain skripsi nya lancar jaya, dan lain-lain. Dulu, saya gak
pernah rasanya ngerasa iri sama hal-hal tersebut, malah saya senang banget
ketika satu per satu teman-teman lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan. Tapi
koq lama-lama, saya jadi envy berlebihan ya, apakah karena saya mencemaskan diri,
saya cemas tidak bisa melakukan hal yang teman saya lakukan. Saya takut sekali.
Sampai pada tahap dimana saya menjadi unproductive dan serba malas.
Beberapa hari yang lalu, saya (akhirnya) memutuskan menelepon orangtua
saya yang udah lama juga tidak saya lakukan. Kira-kira kami 45 menit teleponan,
di akhir menit percakapan, saya sempat bercerita tentang betapa pusingnya saya
dengan si tugas akhir. Lalu saya mendapat satu kata-kata yang bikin saya
terharu. Mama saya bilang begini: ‘pas waktunya selesai, pasti bakal selesai’. Pada
waktu itu, entah kenapa, saya bersyukur banget gitu Mama saya ngomong seperti
itu. Waktu itu juga, saya gak kepikiran hal-hal lain semisal apa Mama saya akan
marahin saya, jadi saya bersyukur gak dimarahin. Atau saya mikir, untung banget
Mama saya gak kayak Mama si X yang marah-marahin X karena skripsinya gak
selesai-selesai. Spontan aja gitu rasanya.
Dari sini, saya jadi mikir, apakah dapet kenyataan menyenangkan tanpa
kita duga sebelumnya itu juga benar memicu rasa bersyukur? Koq agak nyambung
juga gitu dengan definisi lain bersyukur dengan tanpa membandingkan kenyataan
yang satu dengan yang lain. Entah sih bener apa tidaknya. Saya ingat-ingat
juga, waktu saya masih kecil, saat-saat mungkin saya belum mengenal kata
bersyukur, ketika saya mendapatkan sesuatu yang baik (menurut saya) sepertinya saya
langsung happy dan merasakan thankful yang jauh lebih murni. Tanpa lihat ke
kanan atau kiri lebih jelek atau lebih bagus. Bersyukur yang berdiri dengan
kakinya sendiri.
Hmmm.. Yaaa.. Masih mikir sampe sekarang. Hahahahaha.. Pekerjaan rumah
refleksi lebih lanjut deh. Saya bersyukur, bisa menulis hal ini di blog. Terima
kasih Tuhan. :) *bestsmile*
best regards,
puji wijaya, ayo mulai holy-holy lagi
picture taken from : http://jeanshenart.blogspot.com/2011/12/how-chinese-writing-validates-story-of.html
Comments
makanya ttp semangat dan bersyukur :D
@ Ananda : Betulll.. aksara Cina