Esc Day 2 part. 2 ; Kuta Dulu Tak Begini
16 November 2012
Perihal cari makan, yang seharusnya sudah sangat kami kuasai karena kami anak kos ternyata tidak berlaku apabila makan di daerah yang berbeda. Seliweran, jalan kaki sambil liat-liat pantai Kuta dan jalan-jalan sekitar Kuta. Yang terlihat sejauh mata memandang adalah satu – bar, dua – café, tiga – toko baju, aksesoris, dll, empat – minimarket, lima – restoran mahal. Lalu, kemanakah warteg atau warung Islami/Jawa yang menyediakan makanan murah ala anak kos??? Jawabannya, ada tapi kita belum nemu aja. Hehehehehe.. Sampai.. Jalan agak jauhan sampailah kita di warung nasi Bu Ayu. Akhirnyaaaa.. Di sini saya makan nasi campur Bali yang asli dibuat di tanah airnya hehehehehe..
Selesai makan, seingat kami, rencana nya itu menikmati Pantai Kuta yang sangat terkenal itu. Jadilah kami ke Pantai, pingin leha-leha berjemur, liat bule ganteng, sukur-sukur bisa ngecengin. Dibayangkan tidur di atas pasir, mendengar desiran ombak, kalo nyewa Mbok2 Pijet kayaknya enak banget ni. Kenyataannya, sesampainya di Kuta, kita mati kutu. Boro-boro mau tidur di atas pasir, yang ada kepanasan. Mendengar desiran ombak? Jangan harap deh, rame nya Pantai Kuta hampir ngalahin Malioboro. Nyewa Mbok2 Pijet? Harganya selangit. Akhirnya ya inilah kita bertiga duduk di pinggir pantai ngegosipin Bli-Bli hitam manis sang beach boy Bali yang ngegodain bule-bule cantik berbikini. Gyaaaaaaaaaaaaa.. Agak ga penting si memang. Habis itu, kami susur jalan kaki dari Pantai Kuta ke Pantai Legian yang lumayan jaraknya buat olahraga.
Tercengang akan kenyataan bahwa Pak Arya yang disebut-sebut pada
pertengkaran antara si Bapak dan Supir
angkot preman di Terminal Mengwi bikin hati saya melengos. Dalam hati, saya
bilang, bused, Bapak ni doyan bercanda ya. Sepanjang perjalanan kami ngobrol
banyak dengan Bapak dan Ibu, Rafi duduk di bangku paling depan bercengkrama
dengan Pak Supir angkot baik hati. Devo sendiri, masih rewel karena kecapean,
beberapa kali manja2 minta diperhatiin orangtuanya. Hehehehehe.. Gemas juga
saya liat si Devo.
Bapak-Ibu ternyata orangtua yang doyan jalan-jalan ‘normal’ dan backpacking.
Rafi dan Devo sudah sering diajak pergi jauh2 sejak kecil, sejak masih bayi. Mereka
sudah sering kemana-mana, puter-puter Indonesia, dan mereka sangat excited dan
menyarankan bahwa destinasi wisata yang harus dikunjungi selanjutnya adalah
Bromo dan Bunaken. Saya pernah ke Bromo, dan memang wonderful banget deh.
Pengen suatu hari saya ajak Ma2-Pa2 ke Bromo. Melihat Bapak dan Ibu tipe
orangtua yang kompak, dan entah kenapa saya seperti melihat keluarga ideal.
Secara tidak sengaja di pembicaraan kami terselip pesan-pesan parenting. Senang
bisa mengenal mereka.
Akhirnya setelah satu jam di angkot dengan pemandangan jalan-jalan
besar Denpasar yang tidak beda jauh dengan kota-kota besar lainnya di
Indonesia. Sampai juga kami di Kuta, Tinna-Nina-saya rencana menginap di gang
fenomenal depan pantai Kuta bernama Gang Poppies. Keluarga petualang ikut
dengan kami nginap juga di Gang Poppies. Lalu, kami cari hotel di Poppies II,
dan kami b7 memutuskan menginap di Hotel Intan yang jaraknya tidak jauh dari
pintu terluar gang yang langsung tembus ke Jalan Raya Kuta dan yang pasti
pantainya. Sudah tidak punya energi untuk cari hotel lain dan hotel yang ini
juga sudah cukup murah si (150.000 untuk dua orang). Selepas istirahat di kamar masing2 dan mandi2
(akhirnya setelah sehari penuh, mandi juga..) keluarga petualang ke Kuta
main-main sendiri, Tinna-Nina-saya juga main-main sendiri. Kami bertiga lapar
dan agenda nya kami mau cari makan.
Sebelum cari makan, sebagai cewe dewasa awal yang doyan liat barang
bagus, kami jalan-jalan dulu ke mall sebelah Gang Poppies II bernama Beach
Walk. Ini mall nya termasuk masih baru, belum genap setahun. Secara arsitektur,
saya kasih bintang lima deh. Keren sekali. Kalo isinya jangan ditanya, kalo
yang doyan belanja barang branded ori, no KW, import, datanglah kemari. Surga
sekali. Berhubung kami wisatawan domestik kere, hanya bisa liat-liat sambil
berharap “One day, I’ll go here again and able to buy this capitalist stuffs”
hahahhahaha.. Habis itu kami duduk2 bentar seat-area di Beach Walk dan ngobrol2
soal pengeluaran kita. Daaaannn.. tanpa disadari, sodara-sodara, keuangan kita
sepertinya kurang matang, jadi memang untuk beberapa hari ke depan kita harus
hemat bener-bener hemat. Lalu, di sini pula lah kita sadar, beberapa rencana
perjalanan yang kami sudah print di kos Nina ketinggalan dan tidak terbawa ke
Bali, wth! Aihhhh.. Sudahlah cari makan yuuuukkk..
Beach Walk, mall hijau, adem dilihat
Perihal cari makan, yang seharusnya sudah sangat kami kuasai karena kami anak kos ternyata tidak berlaku apabila makan di daerah yang berbeda. Seliweran, jalan kaki sambil liat-liat pantai Kuta dan jalan-jalan sekitar Kuta. Yang terlihat sejauh mata memandang adalah satu – bar, dua – café, tiga – toko baju, aksesoris, dll, empat – minimarket, lima – restoran mahal. Lalu, kemanakah warteg atau warung Islami/Jawa yang menyediakan makanan murah ala anak kos??? Jawabannya, ada tapi kita belum nemu aja. Hehehehehe.. Sampai.. Jalan agak jauhan sampailah kita di warung nasi Bu Ayu. Akhirnyaaaa.. Di sini saya makan nasi campur Bali yang asli dibuat di tanah airnya hehehehehe..
Suka-suka nasi campur Bali
Selesai makan, seingat kami, rencana nya itu menikmati Pantai Kuta yang sangat terkenal itu. Jadilah kami ke Pantai, pingin leha-leha berjemur, liat bule ganteng, sukur-sukur bisa ngecengin. Dibayangkan tidur di atas pasir, mendengar desiran ombak, kalo nyewa Mbok2 Pijet kayaknya enak banget ni. Kenyataannya, sesampainya di Kuta, kita mati kutu. Boro-boro mau tidur di atas pasir, yang ada kepanasan. Mendengar desiran ombak? Jangan harap deh, rame nya Pantai Kuta hampir ngalahin Malioboro. Nyewa Mbok2 Pijet? Harganya selangit. Akhirnya ya inilah kita bertiga duduk di pinggir pantai ngegosipin Bli-Bli hitam manis sang beach boy Bali yang ngegodain bule-bule cantik berbikini. Gyaaaaaaaaaaaaa.. Agak ga penting si memang. Habis itu, kami susur jalan kaki dari Pantai Kuta ke Pantai Legian yang lumayan jaraknya buat olahraga.
Pantai Kuta, waktu SD saya ke sini, seingat saya kayaknya tidak
begini. Entah kenapa ketika sudah dewasa dan kembali kemari koq rasanya tidak
sebagus dulu ya. Entah, karena memang keindahannya yang berkurang, atau saya
nya yang tidak terlalu tertarik dengan wisata pantai. Heheheheh.. Menurut saya
si terlalu ramai, di sepanjang pesisir pantai ada yang jualan, tenda-tenda
bercap merk bir tertentu pun sebenarnya agak ganggu pemandangan. Honestly, saya
tidak terlalu sreg di Pantai Kuta. Di Pantai Legian pun demikian, malah lebih
rame. Hwhwhwhwhhw.. Yang membuat saya amaze yaitu sunset di pantai yang sudah
lama tidak saya lihat. Keren yaaa.. Sang matahari tenggelam perlahan-lahan
dengan anggunnya. Kami b3 jadi gila foto deh pas momen sunset ini.
Hahahhahaha..
Sore menjelang malam, jam 6 sorean, kami jalan dari Legian ke Kuta. Di
sepanjang perjalanan, kami menemui beach-lounge yang dipenuhi bule-bule. Mereka
lagi fine-dining gitu kayaknya. Mostly tu pengunjungnya bule, turis domestik???
Ga keliatan batang hidungnya. Saya menikmati bentuk dan konsep yang ditawarkan
dari masing-masing beach-lounge sambil tebak-tebak buah manggis mmmm..
Kira-kira kalo masuk sini habis duit berapa ya? Hehehhhehehehe.. Unik lagi, ada
salah satu hotel yang kolam renangnya ada di depan, dekat jalan raya, dihias
juga dengan sound-system canggih dan panggung kecil namun gemerlap. Setelah
saya mikir, astaga ni kolam berenang untuk pool-party toh..
Dunia malam di Bali memang sangat mencengangkan, terutama bagi saya,
yang ehem.. Naek motor di jalan depan diskotik aja saya takut, apalagi masuk ke
dalamnya. Hahahaahaha.. Jadi, dunia gemerlap alias dugem2 gitu, bukan
tongkrongan atau tempat main saya. Pas datang ke Bali ini yaaaa.. Setidaknya saya
agak membuka mata dengan dunia luar. Oh ternyata gini toh, oh ternyata gitu ya.
Faktanya sungguh di depan mata. Pulang ke hotel tempat saya menginap pun jadi
agak was-was sendiri. Tapi, saya yakin si, ketika kita ga lempar kail, orang
lain pun segan dan ga ‘mancing’ yang tidak diharapkan. Kami pulang dari pantai
itu jam setengah 10 malam (sebelum pulang nongkrong dulu di Beach Walk ada
pentas budaya gitu dari ISI Denpasar & UI). Ketika kami pulang, orang-orang
lain itu baru keluar hotel buat menikmati dunia malam. Terkesan cupu si kita.
Tapi ya ini soal pilihan gaya hidup, jadi ya, tidak ada mana yang benar dan
salah juga.
Capek juga hari ini, kaki rasanya mau rontok, aihhhh.. Mandi lagi dan
tidur. Besok mari kita berpetualang kembali di Pulau Dewata ini. Hehehehehe..
… to be continued
Comments