Hidup itu Perjalanan

Orang pinter kalah sama orang rajin
Orang rajin kalah sama orang apa?
ORANG NEKAD.
~ Dominikus Bondan Pamungkas, August 2010

Aloha! Hop.. Selamat malam.
Hari Senin dan Selasa ini saya mendapat kesempatan yang sangat berharga. Akhirnya saya kesampean untuk bertemu, mendengar, memperhatikan secara langsung idola saya. Wow! Siapakah itu???
Afgan???? Afgan si lewat ajaaaa..
Bondan Winarno?? Eee.. Inginnya, sayangnya bukan..
Raditya Dika??? Hmmmm.. Bukan tapi profesinya 11-12 sama Raditya Dika..
Siapa si??? Bikin penasaran *pukul-pukul dengan memasang tampang kiyut
Ahahahhaha.. *ketawa ala Spongebob

Rolemodel saya yang satu ini adalah seorang penulis narasi perjalanan berbakat Indonesia, petualangannya mengelilingi daerah Asia Tengah yang jarang dibahas (except perang nya yaaaa..) oleh orang-orang pada umumnya. Entah kesambet ato dapet wangsit apa, pria ini mengadakan perjalanan di daerah tersebut lewat jalan darat dengan bekal seadanya, agak nekad yaaa.. Kisahnya yang bak dongeng musafir dituangkan dalam dua buah buku best-seller berjudul Selimut Debu dan Garis Batas. O-o-o-o-o-o.. Siapakah dia??

AGUSTINUS WIBOWO

Yap, rolemodel saya yang akan dibahas dalam posting ini adalah Agustinus Wibowo. Mungkin namanya masih terdengar asing, Raditya Dika sepertinya lebih terkenal, Bondan Winarno lebih beken dan pastinya soal jumlah fans, kalah telak dari Afgan. Tetapi. Agustinus Wibowo memiliki sesuatu yang berbeda dari rolemodel2 saya yang lain. Dari Ko agus (diperpendek biar ringkas, diberi kata sapaan supaya keliatan ‘kenal’ wkwkwkwk..) saya mendapatkan life lessons yang sangat berharga, lalu beberapa pemaknaan hidup yang saya miliki juga terinspirasi darinya.

Saya mengetahui seorang Ko Agus kira-kira sudah 5 tahun. Ketika itu, saya, si anak SMA cupu berusia 16 tahun, doyan baca Koran Kompas. Rubrik Kompas regular yang tidak pernah saya lewatkan itu adalah rubrik Kilas Kawat Dunia & rubrik Sosok, semuanya berada di bendel utama koran Kompas. Dari rubrik “Sosok” tersebut saya membaca kisah dari Ko Agus (sampai sekarang saya masih menyimpan klipingannya). Saya sangat amaze dengan keberanian dan kehebatan Ko Agus ini, dan ada satu hal yang membuat saya terkagum-kagum ketika itu, Ko Agus ini punya green-passportnya United Nation. Dan waktu itu saya berangan-angan ‘kalo saya sudah besar saya pengen punya green-passport”. Wkwkkwkwkkw.. Lucu sekali.. Singkat kata dari artikel pendek ini juga saya mendapatkan alamat website Ko Agus, www.avgustin.net, karena menggebu2 (maklum yah masih ababil) besoknya, pulang sekolah saya langsung ke warnet untuk buka websitenya. Sejak saat itu, setiap ke warnet, website Ko Agus menjadi salah satu web-wajib yang harus saya buka.

Sudah lama juga saya ingin ikutan acara2 yang gueststarnya Ko Agus. Pas SMA saya si ga terlalu ngoyo, karena saya sadar saya tinggal di Cirebon, dan mengharapkan acara workshop mengenai travel writing or something sounds like that bagaikan menunggu hujan di padang pasir. Kemungkinannya kecil. Ketika saya kuliah dan pindah kota, Yogyakarta, akses untuk ikutan acara2 kayak ginian lebih besar. Sampai pada bulan Mei 2011, ketika itu ada workshop Travel Writing Ko Agus di Resto Quak-quak. Saya waktu itu sudah jarang sekali update info di jejaring sosial, jadi saya tidak tahu acara ini. Tapi salah seorang teman saya tau, lalu di kelas dia bilang seperti ini: “Jo, mau ikutan ga lusa, ada seminar travel writing gitu, kayaknya seru, pembicaranya.. Siapa tu, lumayan terkenal deh.. Bikin buku juga koq dy.. Lupa gw siapa gituuu.. Lumayan acaranya..” lalu karena info nya ga jelas saya kurang tertarik & malah menjawab seperti ini: “Males aaa Cott, gw mau tidur aja di kos.” Besok2nya setelah teman saya itu ikutan acara tersebut, dy cerita-cerita di kelas: “Jo.. Keren tauk masa si penulisnya ke Afganistan, wehhh.. Agustinus Wibowo Jo, gw baru inget namanya..” Mendengar nama itu trus gw cuma bisa melengos ajah, lhaaaa.. Emang bukan rejeki saya kali yaaaaaa..

Karena tidak mau kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya, saya jadi rajin update dunia maya. Dan minggu kemarin saya membaca announcement acara “Etnofotografi” dan “Bedah Buku Selimut Debu” Ko Agus ke Jogja (lagi) waaaahhh langsung donk, saya jadi semangat, promosi sana-sini, ngajakin teman2 (tapi yaaaa.. Ternyata teman2 saya kurang tertarik ahahaha.. Pada akhirnya saya hanya ke lokasi dengan 1 teman saja ahhahahha..).

Acara yang pertama, hari Senin kemarin, acara bincang-bincang tentang Etnofotografi. Selain Ko Agus, ada Matatita (seorang travel writer juga, cukup terkenal) menjadi moderator dan Pa PM Laksono (dosen Etnofotografi, Fakultas Antropologi UGM) menjadi narasumber juga. Acara mulai jam 7:15 (telat 15 menit dari jadwal seharusnya) selesai pada jam 9:30 (targetnya jam 9 selesai). Acaranya cukup sukses, terlihat dari membludaknya peserta, sampai berdiri-berdiri deh pokoknya. Untungnya saya datang duluan jadi dapet tempat duduk di depan banget. Yang datang memang kebanyakan (sepertinya) anak Fakultas Antropologi UGM (secara pembicaranya kan dosennya ahhahahaha.. Dan topiknya juga Antro beudddd..), ada juga si peserta yang sudah berumur2, dan saya yakin kalo yang datang ke acara ini pasti orang2 yang berkecimpung di dunia per-travel-an ato seengganya doyan traveling (kayak saya dan teman saya, Icott, thx ya Cott udah mau nemenin).


Pada acara ini pembicaraannya memang seputar fotografi. Yang saya sukai dari pembicaraan Ko Agus malam itu, yaitu dy sangat menekankan kebebasan memotret, yang saya kira acara ini bakalan mengupas habis2an teknik memotret objek manusia yang penuh aturan dan batasan, ternyata tidak. Lalu, saya jadi sadar kalo Ko Agus itu bukan Kristupa Saragih atau Arbain Rambey. Diskusi juga seputar makna dalam sebuah foto. Menarik, ketika Ko Agus menampilkan foto mengenai kekontrasan kehidupan anak-anak di Pakistan, Ko Agus menjelaskan makna foto itu sebagai kaya VS miskin, sementara Pak PM Laksono mengira kalo foto itu menggambarkan bullying. Yap, terkadang ambiguitas itu juga bisa muncul ya. Selain itu, saya juga sangat terkesan ketika Ko Agus menceritakan tentang kehidupan para Suku Ismaili di Afganistan yang sangat terbuka dan ramah kepada orang asing, kata-kata “agama itu bukan di baju, tetapi di hati, agama saya adalah humanisme” menjadi trademark Ko Agus karena beberapa kali diucapkan, kata-kata ini ia dapatkan dari orang-orang Ismaili tersebut. Saya juga terkesan ketika Ko Agus memberi pernyataan “Saya kalo motret masih pake mode A, Auto. Jujur saja, saya ga ngerti cara menggunakan tombol2 yang lainnya”, di sini saya tidak melihat dy minder dengan kekurangannya, yang terlihat justru kelebihannya, dimana dy bisa bersikap jujur sebagai seorang yang belajar fotografi. Waaaaa.. Saya belajar banyak pada malam hari itu. Pulangnya, saya bawa oleh2 tandatangan Ko Agus. Senangnyaaaaa..

Acara kedua, yaitu hari Selasa, siang tadi (jam setengah 2 – setengah 4 sore). Saya juga menggebu-gebu mengikuti acara bedah buku ini. Walaupun jauh lokasinya, fiuhhh, panas juga cuaca di jalan, mandi keringet bro. Kali ini saya ditemani oleh Mz Yandu (thx yaa Mz..), kakak angkatan saya yang juga suka jalan2 dan sepedaan. Acara yang ini lebih formal, lalu lagi2 pesertanya adalah dosen & mahasiswa antropologi UGM. Wahahahhaha.. Di acara ini, Ko Agus lebih banyak bercerita mengenai pengalamannya di Afganistan, kayak rangkuman dari bukunya, saya rasa. Lalu, ga lupa dy juga nampilin video2 slideshow foto hasil jepretannya dengan backsound lagu2 daerah tanah Afghan. Bagus banget dan sangat menyentuh.


Indonesia patut bangga punya anak muda seperti Ko Agus. Menurut saya tidak banyak orang yang mau melakukan hal yang seperti Ko Agus lakukan. Saya sendiri sebagai orang yang menyukai traveling merasa tersindir, saya sangka apa yang saya lakukan pada perjalanan2 saya sudah cukup mandiri (dan keyennn), tapi kalo dibandingkan dengan Ko Agus, saya tidak ada bedanya dengan traveler2 manja lainnya. Saya sangat terinspirasi 2 hari ini, dan saya juga sempat merenungkan beberapa hal dan saya jadi galau ahhahaha.. Saya sangat berterimakasih buat Tuhan, sudah memperbolehkan saya untuk ikut dalam acara2 ini, setidaknya memunculkan beberapa perenungan tentang hidup saya mau dibawa kemana. Wkwkwkwk..

Life is a journey..
Tidak pernah ada perjalanan yang sempurna.
Pasti ada jatuh, bangkit, sedih, senang, hitam, putih.
Tashakor. Manana.

regards
pujiwijaya, ayo bersemangat!

Comments