Revealed Story Part 4: The Apllication Form

Cerita yang tertinggal selanjutnya ialah mengenai applying sebuah beasiswa. Beberapa teman, mungkin sudah ada yang pernah apply beasiswa, yang di dalam negeri, internal kampus ato bahkan beasiswa prestisius luar negri. Mengajukan beasiswa ialah hal yang terlihat mudah dari luar. Tapi sesungguhnya, benar2 mengurusnya, menguras jiwa dan emosi. Ahahhahaha.. Inilah yang gw rasakan ketika ingin mengajukan beasiswa gw yang pertama, persis satu bulan lalu, bulan Desember, memusingkan tapi berkesan..

:D

gw bukanlah pelajar yang ambisius. Makanya, gw ga pernah belajar sampe heboh-heboh banget. Yang tidur larut malam untuk menghapalkan satu buah buku teks, bukan, gw sama sekali bukan pelajar yang seperti itu. Malah gw mungkin bisa dibilang, pelajar egois, gw lebih suka waktu tidur gw tetap aman, daripada terbuang untuk membela nilai ujian. Malas??? Tidak juga. gw cuma membatasi waktu belajar gw supaya tidak berlebihan, sehingga gw bisa mengerjakan hal lain yang penting, seperti tidur misalnya. Hidup itu perlu keseimbangan kan.

Ehhehhehehe.. Nah, karena itu jugalah gw tidak familiar dengan dunia pencapaian akademik, nilai memukau misalnya, gw ga ngoyo harus dapat nilai bagus, tapi gw berusaha supaya nilai gw ga jelek2 amat, yang terpenting lain yang gw perhatikan dalam ujian, dosen itu adil, kalo saya salah disalahkan kalau saya benar dibenarkan, gw jujur kalo gw bisa ato gabisa ngerjain ujian, gw paling ga suka ketika ada teman yang pura-pura gabisa ngerjain soal ujian tapi ternyata nilainya bagus luar biasa. Menyebalkannya, gw selalu menemukan orang seperti itu di setiap tingkat kehidupan pendidikan gw. Lalu, gw juga tidak familiar dengan beasiswa. Yaeyalha, nile gw rata-rata, gw ga ada ketertarikan ngelirik2 beasiswa macem2. Apalagi, di kampus gw, lebih banyak beasiswa untuk orang kurang mampu daripada orang berprestasi, makin menjadi lah ketidaktertarikan gw dengan beasiswa.

Tetapi semenjak gw bermain dengan teman2 yang angkatannya lebih tua, gw semakin menyadari bahwa apply beasiswa itu adalah suatu yang penting. Terlebih, ketika awal semester lima, ketika beasiswa menjadi sesuatu yang diheboh2kan di kampus, gw baru ngerasa juga bahwa kalo kamu dapet beasiswa keren ya. Beberapa teman gw ada yang mendapatkannya, beberapa ada yang gagal (cerita lengkap di posting Hebohnya Beasiswa).

Beasiswa juga memiliki manfaat tersembunyi. Yang kelihatan, kita biasanya mendapatkan ‘sesuatu’ (biasanya berkaitan dengan financial) dari beasiswa, tidakkah teman2 menyadari bahwa beasiswa juga ternyata menjadi sarana refleksi diri. Tidak peduli kamu itu dapat atau ngga beasiswanya, kalo sudah nyobain apply, kamu tidak akan rugi. Karena setidaknya kamu sudah melakukan satu proses yang useful untuk dirimu. Terkadang dalam membuat suatu aplikasi beasiswa, diperlukan CV (Curriculum Vitae) kalo ngga, mesti ada kolom kosong untuk menceritakan tentang diri kamu atau alasan mengapa kamu mengikuti beasiswa tersebut. Di sinilah refleksi itu terjadi. Ketika menulis, kita jadi berpikir, berpikir mengenai tujuan hidup, sebenernya kita tu mau apa sih di masa depan. Dan itulah yang gw rasakan ketika gw mengisi application form untuk beasiswa pertama gw, beasiswa belajar bahasa Inggris IELSP (International English Language Study Program).

Program ini, program yang cukup menyita perhatian kawan-kawan mahasiswa. Dan gw ngerti, gw bukan cuma bersaing dengan puluhan atau ratusan orang. But, thousands. Beasiswa ini dikenal sebagai beasiswa popular, mengapa? Mungkin karena jarang ada beasiswa yang menawarkan belajar bahasa Inggris di negara asalnya (US) dengan waktu 2 bulan dan dengan persyaratan yang tidak sebegitu memberatkan seperti beasiswa lain. Karena alasan tidak ada batas IPK juga gw ikutan apply beasiswa ini. Dan gw sampai sekarang belum tau gimana hasilnya, karena pengumuman interview akan diumumkan by phone. Beberapa hari ini, gw agak deg2an, parno kalo ada yang telepon, gw berharap gw juga bisa ditelepon & dinyatakan lolos ke tahap interview (Amen). Dan kalaupun nanti ga lolos, gw berpikiran seperti yang sudah gw katakan di atas. Tidak ada salahnya mencoba, karena toh membuahkan refleksi diri. gw jadi lebih tau ke depannya gw mau gimana, apa yang harus dicapai untuk target tersebut. Dan seperti perajut yang sedang menyimpulkan tali-temali untuk membuat suatu syal. gw membuat sebuah track, yang nantinya akan berujung pada tujuan hidup utuh. Selama tidak ada yang melarang kita untuk memiliki cita-cita, kenapa tidak??? Punya impian itu ga dosa kan..

:D

Itu penting yang pertama. Selain itu, gw juga jadi ‘ngeh’ apa aja si yang harus diurusin ketika mau apply beasiswa. gw juga jadi belajar bagaimana transkrip nilai itu dibuat, bagaimana proses birokrasi kampus dalam mengurus legalisir surat, sampai ke bagaimana cara menemui dekan fakultas kamu yang sibuknya setengah mati. Lalu, gara2 apply beasiswa ini juga gw jadi ikutan tes TOEFL ITP. Heheheeheh.. Dan skor gw 500, cukup lumayan untuk orang yang baru pertama kali ikutan TOEFL, tanpa kursus pula. Kalo dipikir2 ya kerepotan2 itu justru membuahkan sebuah pengalaman yang berarti.


Hmmmm.. Akhir kata. Sepertinya gw membuat posting ini untuk menenangkan diri gw supaya bisa lebih berlapang dada apabila mendapatkan hasil yang tidak diharapkan. gw jadi ingat, waktu gw mau apply Student Camp setengah taun yang lalu, teman saya Felicia bilang: “kalo memang sudah jalannya, pasti kita pergi ke sana (Korea.red)”

Well, I hope, this is my (another) right way.

Comments